Yusril Ihza Mahendra Sanggah Pernyataan Komisioner KPU Soal Caleg Tak Boleh Jadi Advokat

Yusril Ihza Mahendra menyanggah pernyataan KPU bahwa advokat dilarang menjalankan profesinya karena namanya sudah tercantum dalam DCT Anggota DPR RI.

Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Hertanto Soebijoto
Warta Kota/Feryanto Hadi
Yusril Ihza Mahendra 

Advokat Yusril Ihza Mahendra menyanggah pernyataan KPU bahwa advokat dilarang menjalankan profesinya karena namanya sudah tercantum dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR RI.

Hal itu dinyatakan Yusril menanggapi kicauan Komisioner KPU Hasyim Asy’ari dalam sidang Bawaslu yang memeriksa pelanggaran administrasi Pemilu atas laporan Oesman Sapta Odang (OSO).

Meskipun tidak hadir dalam sidang itu, Yusril tercantum sebagai pengacara yang mendampingi OSO.

KPU menurut Yusril telah salah memahami makna Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g yang menyebutkan bahwa syarat untuk Bakal Calon Anggota DPR antara lain “bersedia untuk tidak berpraktik sebagai... advokat... yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak anggota DPR ... sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Selanjutnya Pasal 240 ayat (2) huruf g menyebutkan bahwa kesediaan tersebut dituangkan dalam surat pernyataan.

Surat pernyataan kesediaan itu berlaku juga bagi syarat “bersedia bekerja penuh waktu”.

Yang dimaksud dengan frasa ini dikemukakan dalam penjelasan yang mengatakan “bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apapun yang dapat menggangu tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPR”.

"Kesediaan seperti itu jelaslah baru berlaku apabila caleg tersebut nantinya terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR," kata Yusril di Jakarta, Sabtu (29/12/2018).

Menurut Yusril, kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai advokat yang dituangkan dalam bentuk surat pernyataan karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak sebagai anggota DPR, bermakna bahwa seorang advokat yang menjadi caleg tidak boleh berpraktik sebagai advokat apabila nanti terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR.

"Kalau baru sekadar bakal calon dan bahkan calon, konflik kepentingan seperti itu tidak akan ada," kata dia lagi.

Menurut Yusril, konflik kepentingan akan ada jika seseorang caleg menjadi prajurit TNI, PNS, pejabat negara atau pimpinan BUMN/BUMD.

Karena itulah, menurut Pasal 240 ayat (1) dan (2) wajib mundur dan pengunduran dirinya effektif jika namanya sudah masuk dalam DCT.

"Ketentuan seperti itu tidak berlaku bagi advokat, akuntan publik dan notaris penghasilannya tidak bersumber dari APBN atau APBD," imbuhnya.

Apalagi frasa penutup dari Pasal 240 ayat (1) huruf l itu menyatakan advokat yang bersedia tidak akan berpraktik itu haruslah “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved