Mantan Menteri Pertanian: Bulog Harus Gelontorkan Beras Demi Kendalikan Harga

Kan tiap tahun selalu begitu, akhir tahun sampai Februari biasa ada kekurangan. Nggak ada surplus," katanya.

Editor: Ahmad Sabran
Warta Kota/Andika Panduwinata
Stok beras 

Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyarankan untuk Perum Bulog, supaya menggelontorkan beras stok ke pasar sebagai upaya mengendalikan harga beras

"Sekarang harusnya sudah menggelontorkan. Apalagi, saat ini Bulog kan sudah bebas melakukan operasi pasar sepanjang tahun," kata Anton di Jakarta, Senin (12/11/2018).

Hal tersebut, menurut Menteri Pertanian periode 2004-2009, terkait harga beras medium, yang pelan-pelan mulai menanjak naik.

Menurutnya, kenaikan harga beras seiring dengan mulai menipisnya produksi pada akhir 2018. 

Anton menilai besaran beras stok Bulog, yang mencapai hingga 2,4 juta ton, sudah dapat diturunkan untuk menjaga harga hingga akhir 2018. 

"Ada potensi kekurangan beras di akhir tahun 2018. Kan tiap tahun selalu begitu, akhir tahun sampai Februari biasa ada kekurangan. Nggak ada surplus," katanya. 

Anton menjelaskan, potensi kekurangan beras di akhir tahun yang terindikasi dari harga terlihat juga dari data BPS yang menyebutkan adanya penyusutan luas lahan untuk pertanian padi. 

"Lahan nyusut, sementara tiap tahun ada pertumbuhan masyarakat sekitar 1,4 persen. Konsumsi pasti nambah. Jadi kekurangan ini sesuatu yang jelas," kata pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kopi Nasional ini. 

Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi berharap, setidaknya Bulog bisa menggelontorkan lima sampai tujuh ribu ton per minggu ke Pasar Beras Cipinang.

Yang artinya dalam sebulan Bulog dikehendaki bisa mengucurkan 25 sampai 35 ribu ton beras medium.

“Lebih ke arah untuk menstabilkan harga lagi. Soalnya yang untuk beras premium memang naik. Jadi sekitar Rp9.100 per kilogram,” kata Arief kepada wartawan, Jumat (9/11/2018).

Tingginya harga beras medium di Pasar Cipinang dikarenakan 80 persen stok mereka merupakan beras premium.

Dalam data beras terbaru yang dirilis BPS beberapa minggu lalu, diproyeksikan memang akan terjadi defisit beras hingga 2,53 juta ton dalam kisaran Oktober—Desember 2018. Ini karena produksi padi dalam tiga bulan tersebut hanya 6,89 juta ton atau setara dengan 3,94 juta ton beras. Sementara itu, konsumsi masyarakat di periode yang sama diprediksi mencapai 7,45 juta ton.

Pengamat dan akademisi UI, Mohamad Ikhsan mengatakan, terus menanjak naiknya harga beras bukanlah keanehan yang terjadi akibat perdagangan. Kondisi ini tak lain karena memang panenan sudah berkurang. Harga gabah dari petani pun dilihatnya memang juga sudah melambung.

Karena itu, inilah saatnya melepaskan stok-stok yang ada di gudang Bulog agar harga beras bisa kembali terjangkau.

“Stoknya ngapain disimpan? Memang mau busuk? Stok itu harus disimpan pada musim panen, dilepas pada musim bukan panen,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan.

Ia memperkirakan, untuk bisa mencapai harga normal beras medium, setidaknya Bulog mesti menggelontorkan stoknya sebanyak 100 ribu ton per bulan.

“Stok melimpah di Bulog karena nggak dilepas. Coba kalau dilepas, ya stoknya berkurang kok. Kelihatan dari harga gabah. Sekarang kan keadaan sedang susah, nggak usah beli lagi. Jual saja. Kan sekarang panen sudah kurang, Bulog nggak usah pengadaan,” paparnya panjang lebar.

Sumber: Tribun Jakarta
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved