Kesalahan Data Beras Dinilai Pengamat Bisa Gerus Elektabilitas Petahana

bisa menurunkan kepercayaan publik dan berimbas kepada para petani yang enggan memilih kembali Joko Widodo-

Editor: Ahmad Sabran
Kompas.com
Pedagang beras. 

Perbedaan data beras nasional yang dimiliki Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik dinilai bisa menurunkan kepercayaan publik dan berimbas kepada para petani yang enggan memilih kembali Joko Widodo-di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

"Kinerja Mentan ini dapat membuat suara petani akan berkurang ke Jokowi. Karena petani gagal paham dengan kebijakan pertanian yang dibuat oleh Mentan di bawah kepemimpinan Jokowi ini. Mereka tidak akan percaya lagi," kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, kepada wartawan di Jakarta.

Menurut Pangi, kinerja Mentan ini lebih buruk dari Menteri sebelum-sebelumnya. Dikatakannya kesalahan terbesar Menteri Amran yakni menggunakan data pangan yang tak valid dan berdampak signifikan terhadap kehidupan petani. Menteri Amran sempat mengaku Indonesia memiliki surplus beras dan mengekspor jagung. Faktanya, selama ini, Indonesia masih melakukan impor.

"Makanya, ini serba dilema. Di mana letak kita surplusnya," lanjutnya. Pangi mengatakan, selama ini, para petani seolah mengurusi lahannya untuk bercocok tanam tanpa campur tangan pemerintah. Atas dasar itu, Pangi berharap Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Mentri Amran.

"Memang, copot mencopot itu urusan presiden. Kalau dia (Jokowi-red), tidak tegas tidak akan dipecat. Kalau Jokowi tegas maka evaluasi Mentan dan pecat," tegasnya.

Sementara itu menanggapi tidak akuratnya data pangan Kementerian Pertanian, Pengamat Politik Siti Zuhro berpendapat hal itu bisa berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019.

"Data itu kan harusnya akurat, publik sekarang kan tidak begitu saja menerima informasi dari pemerintah, mereka akan rekonfirmasi," ujarnya saat dihubungi Jumat (2/11/2018).

Menurut Siti, data-data pemerintah yang cenderung atau diduga manipulatif pasti akan dipertanyakan. "Kalau data salah tapi tidak diperbaiki (oleh presiden), maka akan muncul perdebatan, ujung-ujungnya akan menurunkan tingkat kepercayaan publik ke pemerintah, dan bisa menimbulkan tidak simpatik, karena dianggap kebohongan," kata Siti.

Menurutnya, masyarakat saat ini bisa mempertanyakan data-data yang akurat dan detail, yang dimungkinkan melalui Komisi Informasi Publik. "Akses masyarakat untuk data terkait kebijakan dimungkinkan oleh KIP. Jadi tidak ada lagi alasan pemerintah memberikan data yang tidak benar," tegasnya.

Sumber:
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved