Hari Batik Nasional

Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles pun Kesengsem Batik Nusantara

Penulis buku History of Java itu mengirimkan batik ke Inggris sebagai contoh bagi industri katun cetak di negaranya.

Warta Kota/Zaki Ari Setiawan
Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah saat peluncuran Kampung Batik Kembang Mayang di Kelurahan Larangan Selatan Kota Tangerang, Sabtu (15/9/2018). 

Hari ini, tepatnya 2 Oktober 2018 merupakan perayaan Hari Batik Nasional Indonesia.

Kita boleh bangga karena karya bangsa Indonesia, budaya Indonesia yakni batik  sudah diakui dunia,  badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

UNESCO menetapkan pada 2 Oktober 2009 bahwa batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Nah, setiap 2 Oktober itulah Indonesia memeringatinya sebagai Hari Batik Nasional.

Baca: Selamat Hari Batik Nasional, Jangan Lupa Ya Pakai Batik

Bagaimana batik Nusantara bisa memukau dunia?

Dalam sejarahnya, batik bukan hanya disukai oleh masyarakat Indonesia, tetapi bangsa asing pun menyukainya.

Bahkan, museum-museum di dunia pun menyimpan dan memamerkan batik Indonesia kepada para pengunjungnya.

Tengok saja, Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles (1811-1816), saat berkuasa di Hindia-Belanda, pernah mengirim sejumlah batik ke negara asalnya, Inggris.

Penulis buku History of Java itu mengirimkan batik ke Inggris sebagai contoh bagi industri katun cetak di negaranya.

Namun, kiriman tersebut musnah saat kapalnya terbakar di laut.

Setelah itu, dia melakukan pengiriman kedua dan berhasil sampai di Britania Raya.

Lalu, dua helai batik disumbangkannya ke Museum of Mankind di London, Inggris, pada tahun 1939.

Anggota Komunitas Cinta  Berkain Indonesia sedang meragakan kain batik dari berbagai daerah ketika mengisi acara Festival Kali Besar 2018, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (30/8/2018).
Anggota Komunitas Cinta Berkain Indonesia sedang meragakan kain batik dari berbagai daerah ketika mengisi acara Festival Kali Besar 2018, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (30/8/2018). (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Baca: Film Sekar, Satu Upaya Memperkenalkan dan Menjaga Kelestarian Batik Tradisional Indonesia

British Museum di London menyimpan batik Jawa sumbangan dari CH Beving, pengusaha tekstil yang membeli batik Indonesia pada tahun 1911.

Belanda yang pernah berkuasa secara ekonomi di Hindia-Belanda mempunyai koleksi batik lebih banyak lagi di museum-museumnya seperti Museum Tropen di Amsterdam.

Museum Tropen mendapat sumbangan batik dari orang-orang Belanda yang pernah tinggal di Hindia-Belanda.

Perintang warna

Wali Kota Tangerang, Arief R. Wismansyah, membatik dalam peluncuran Kampung Batik Kembang Mayang di Kelurahan Larangan Selatan Kota Tangerang, Sabtu (15/9/2018).
Wali Kota Tangerang, Arief R. Wismansyah, sedang membatik menggunakan canting dan malam di atas selembar kain saat  peluncuran Kampung Batik Kembang Mayang di Kelurahan Larangan Selatan Kota Tangerang, Sabtu (15/9/2018). (Warta Kota/Zaki Ari Setiawan)

Batik merupakan istilah dalam proses pembuatan selembar kain bermotif yang ragam hiasnya dibuat menggunakan malam atau lilin sebagai perintang warna.

Selembar kain yang ditutup lilin tidak akan dapat menyerap warna pada saat pencelupan pewarnaan kain.

Untuk membubuhkan malam pada selembar kain, perajin batik menggunakan canting yakni alat untuk merintang malam di atas kain. Penggunakan canting ini seperti menulis di atas kain, sehingga disebut batik tulis.

Namun, untuk membuat batik menggunakan canting membutuhkan waktu lebih lama dan detail, sehingga pada perkembangannya dan kebutuhan industri batik dibuat lempengan logam untuk mencetak malam di atas kain.

Batik yang memakai alat cap malam tersebut lebih dikenal dengan sebutan batik cap yang mulai populer pada abad ke-19.

Namun, hasil kain batik dari batip cap tidak sehalus batik tulis, meski pembuatan batik cap lebih cepat.

Pemakaian perintang warna pada selembar kain untuk membuat motif sudah dikenal sejak seribu abad lalu.

Bukan hanya Indonesia yang mengenal perintang warna, melainkan berbagai belahan dunia juga mengenal perintang warna dalam pembuatan motif kainnya seperti Mesir, China, dan India, negara-negara di Timur Tengah, dan Afrika.

Kapan mulai pembuatan batik di Indonesia masih buram. Meski begitu, Robyn Mazwell dalam buku Textiles of Southeast Asia: Tradition, Trade, and Transformation, menyebutkan bahwa batik berkembang di Jawa pada abad ke-17.

Ciri warna berbeda

Setiap daerah memiliki ciri warna dan motif sendiri dalam pembuatan batiknya.

GP Rauffaer yang merupakan ilmuwan Belanda pernah meneliti batik pada awal abda ke-20. Dia meneliti batik-batik di keraton Jawa.

Batik-batik didominasi warna cokelat yang dibuat dari tanaman soga tinggi, soga tengerang. Selain itu, batik juga dibuat dari warna indigo, hitam, dan putih.

Batik di pesisir Jawa berbeda dengan batik di Solo dan Yogyakarta. Batik di pesisir Jawa berlatar putih dan diimbuhi beraneka warna.

Pewarnaan batik pesisir untuk warna biru atau nila berasal dari penggunaan tanaman indigo, tarum/bom. Sedangkan warna merah marun dari tanaman mengkudu.

Batik dalam busana siap pakai rancangan Oscar Lawalata
Batik dalam busana siap pakai rancangan Oscar Lawalata (Dokumen Batik for the World)

Peneliti batik lainnya, antropolog Rens Heringa dan sosiolog Hermen C Veldhuisen yang juga kolektor batik. Kedua peneliti ini orang Belanda.

Menurut Rens Heringa, batik pesisir sudah mulai berkembang sejak abad ke-15. Pada abad ke-15, menurut Heringa, pesisir Jawa sudah dikuasai kerajaan Islam dan menjadi pusat perdagangan.

Sumber: Batik Pesisir Pusaka Indonesia: Koleksi Hartono Sumarsono (2011)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved