Ada Masalah Sengketa Lahan yang Amat Kusut di Belakang Penetapan Tersangka Anak Buah Ahok
Namun dibalik itu ternyata ada cerita masalah tanah yang rumit sampai akhirnya Teguh Hendrawan ditetapkan menjadi tersangka.
Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw | Editor: Theo Yonathan Simon Laturiuw
KEPALA Dinas Sumber Daya Air, Teguh Hendrawan, anak buah Anies Baswedan, ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pengrusakan atau memasuki pekarangan tanpa ijin berdasarkan pasal 170 KUHP.
Hal itu terkait lahan waduk yang berasal dari kewajiban pengembang dalam pembuatan waduk rorotan seluas 25 kepada Pemprov DKI Jakarta.
Namun dibalik itu ternyata ada cerita masalah tanah yang rumit sampai akhirnya Teguh Hendrawan ditetapkan menjadi tersangka.
Rumitnya masalah tanah itu terlihat dari sudah beberapa kali diadakannya mediasi oleh DPRD DKI dan Dinas SDA, tapi tetap tak menemukan titik terang.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI, Syarif, mengaku kasus lahan waduk di Rorotan itu amat rumit dan kusut.

"Kami juga sampai belum tahu seperti apa duduk perkara sebenarnya sampai bisa ada begitu banyak pihak di lahan itu. Itu kusut sekali, rumit," ujar Syarif ketika dihubungi Warta Kota, Kamis (30/8/2018).
Syarif mengetahui betul kerumitan itu lantaran dia yang memediasi warga dengan PT Mitra Sindo Makmur dan Dinas SDA di kantor DPRD DKI.
Tapi mediasi selalu buntu karena terlalu rumitnya masalah dan alas hak di atas lahan tersebut.
Berdasarkan informasi, masalah ini bermula dari Pemprov DKI yang hendak membuat waduk di sebuah lahan kawasan perbatasan Jakarta Timur dan Utara, yakni di Rorotan.
Perusahaan yang mesti menyelesaikan kewajibannya adalah pengembang Jakarta Garden City (JGC) dari PT Sindo Makmur sebagai salah satu kewajibannya ke Pemprov DKI.
PT Mitra Sindo Makmur adalah perusahaan patungan antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Singapura yang akan membangun perumahan mewah dan apartemen di Rawa Rorotan, lengkap dengan fasilitasnya.
PT Mitra Sindo Makmur diwajibkan membangun waduk di lahan Pemprov DKI berdasarkan Surat Sekda DKI Saefullah nomor 4053/-1.793.43 tertanggal 28 Oktober 2015.
Disebutkan bahwa di atas lahan itu sudah ada Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) perusahaan itu yang bernomor 1622 Tahun 2009 dan dikeluarkan pada 23 Oktober 2009.
Namun,warga menyebut IPPT tahun 2009 itu sudah kadaluarsa, dan seharusnya PT Mitra Sindo Makmur membebaskan lahan terlebih dahulu terhadap para penggarap.