Menelusuri Jejak Rumah Sakit Jaman Belanda di Pulau Cipir dan Onrust Hingga Penampakan Hantu Maria

Sementara bagi masyarakat yang tidak mudik, biasanya lebih memilih untuk liburan ke berbagai tempat wisata.

kompasiana
Pulau Cipir tempat karantina haji tahun 1911 

MOMEN  lebaran banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Jabodetabek untuk bersilaturahmi bersama keluarga dengan melakukan perjalanan mudik ke kampung.

Sementara bagi masyarakat yang tidak mudik, biasanya lebih memilih untuk liburan ke berbagai tempat wisata.

Salah satu tujuan yang banyak diserbu yakni Kepulauan Seribu.

Banyak spot yang dianggap menarik, sebut saja Pulau Cipir atau Pulau Kayangan

Memiliki catatan sejarah sebagai lahan bekas rumah sakit untuk perawatan dan karantina penyakit menular bagi para jemaah haji tahun 1911-1933 menjadi salah satu alasan pengunjung berbondong-bondong mengunjungi pulau tersebut.

Kahar (18), salah satu pengunjung asal Kabupaten Tangerang mengaku sengaja berkunjung ke Pulau Cipir untuk liburan selama libur lebaran bersama keluarga dan kerabatnya.

"Selain niat liburan ke pantai, kami juga ingin melihat langsung tempat bersejarah ini yang dulunya sebagai tempat berkumpulnya semua jemaah haji pada zaman Belanda dan orde baru," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (17/6/2018).

Menurutnya, liburan ke kepulauan seribu merupakan salah satu alternatif untuk berlibur bersama keluarga karena tidak hanya sejarah dan hamparan laut saja yang bisa dilihat namun ada beberapa wahana yang bisa digunakan sebagai pelengkap liburan.

"Hari ini saya bersama keluarga dan teman-teman saya sekitar 50 orang dan untungnya ada berbagai wahana seperti banana boat dan jet ski jadi kami tidak bosan" tuturnya.

Wahana ini sejatinya tidak hanya di pulau Cipir, tapi ada juga di berbagai pulau lain seperti pulau Bidadari, Pulau Kelor, dan lainnya.

"Jadi tujuan kami itu memang tidak hanya 1 pulau tapi ke beberapa pulau untuk perbandingan saja," ujarnya.

Amir, sebagai penjaga pulau Cipir mengatakan selama periode lebaran ini terjadi lonjakan jumlah pengunjung di bandingkan hari biasanya.

"Sehari itu kira-kira bisa sampai 2.000 orang dan kira-kira 1 kapal yang datang itu bisa mengangkut 50-150 orang apalagi kapal yang memang khusus untuk pengunjung luar atau menggunakan jasa karena memang ada sebagian pengunjung dari warga kabupaten sekitar atau nelayan sini," ujarnya.

Menurutnya, lonjakan tersebut dilihat dari jumlah pengunjung yang datang dan pergi bahkan ada yang menginap beberapa malam.

Kunjungan bisa meningkat karena ada tambahan titik keberangkatan pengunjung seperti dari Kamal Muara, Ancol, Tanjung Priok, dan Tanjung Pasir.

Pulau Onrust Kamuflase Orang Pulang Haji

Pulau Onrust, pulau yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Seribu yang ada di 'ujung' Jakarta ini ternyata menyimpan beragam sejarah dan kisah menarik.

Antara tahun 1911 hingga 1933, pulau ini difungsikan sebagai Sanatorium TBC sekaligus pusat karantina jemaah haji yang baru pulang dari Mekah.

Alasan kamuflasenya adalah untuk menjaga kesehatan. Namun sebenarnya pengadaan karantina haji dilakukan atas dasar kekhawatiran pemerintah Hindia-Belanda.

Pada masa itu, setelah selesai melaksanakan ibadah haji, orang-orang biasanya menetap di Arab Saudi selama 3 bulan lamanya untuk belajar agama kepada ulama-ulama terkemuka.

Hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan pembaruan pemikiran dalam diri para jemaah haji yang berisiko memunculkan ide-ide baru untuk menentang penjajahan.

Beberapa sejarah mencatat, kala itu jika ada orang yang dinilai 'berbahaya' oleh pemerintah Hindia-Belanda pasca berhaji, mereka akan disuntik mati dengan dalih beragam.

Pulau Onrust pernah jadi tempat karantina orang sepulang dari Mekah
Pulau Onrust pernah jadi tempat karantina orang sepulang dari Mekah (Istimewa)

Untuk memudahkan pengawasan, pemerintah Hindia-Belanda pun akhirnya memberikan gelar 'Haji' kepada orang-orang yang ditangkap, diasingkan, dan dipenjarakan.

Begitulah asal-muasal 'kepopuleran' gelar haji di tengah masyarakat Indonesia.

Selanjutnya, selama tahun 1933 sampai 1940 Pulau Onrust dijadikan sebagai tempat tawanan para pemberontak yang terlibat dalam peristiwa 'Kapal Tujuh' (Zeven Provincien).

Kemudian pada tahun 1940 pulau ini dijadikan tempat tawanan orang-orang Jerman yang dituduh sebagai pengikut NAZI pro-Hitler yang ada di Indonesia.

Pada tahun 1942 setelah Jepang menguasai Batavia, Onrust dijadikan penjara bagi tahanan kelas berat dan tahanan politik, salah satunya adalah D.N. Aidit yang dikenal sebagai tokoh PKI.

Berlanjut hingga awal 1960-an, Pulau Onrust dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Karantina bagi para penderita penyakit menular seperti lepra.

Tahun 1960 - 1965, Onrust difungsikan untuk penampungan para gelandangan dan pengemis. Selain itu juga dijadikan tempat latihan militer.

Pulau ini kemudian terbengkalai dan dianggap tak bertuan hingga tahun 1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan material bangunan secara besar-besaran oleh penduduk atas izin kepolisian setempat.

Sampai kemudian tahun 1972 Gubernur DKI Jakarta kala itu mengeluarkan SK yang menyatakan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah.

Di Pulau Onrust Anda akan menemukan banyak makam keramat tak bernama dengan bendera merah putih dipancangkan di dekatnya. Kabarnya, makam petinggi DI/TII Kartosoewirjo yang dieksekusi pada era Soekarno juga terdapat di sini.

Di pulau ini Anda juga akan menemukan sebuah kompleks pemakaman Belanda yang di tengahnya terdapat sebuah pohon tua yang ukurannya sangat besar.

Konon, kompleks pemakaman Belanda di Pulau Onrust ini penuh dengan cerita-cerita mistis.

Salah satu kisah misteri yang terkenal di sana adalah penampakan Noni Belanda bernama Maria Van de Velde.

Dikisahkan dulunya Maria meninggal di Pulau Onrust dengan mengenakan baju pengantinnya setelah menunggu sang kekasih yang tak kunjung datang dari Belanda.

Namun Maria mati bukan karena bunuh diri, melainkan karena penyakit pes yang pada masa itu mewabah di pulau ini.

Kabarnya, pada hari-hari tertentu sosok hantu Maria suka menampakkan diri di sekitar area makamnya.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved