Tragedi Petani Tergusur Paksa Proyek Tol Terpaksa Mengungsi ke Gedung DPRD

SPI Kendal Jawa Tengah tolak ganti rugi yang tidak adil dalam proyek ambisius rezim ini, Jalan Tol Batang-Semarang.

Penulis: | Editor: Gede Moenanto
Warta Kota/istimewa
Warga Kendal menangis tanahnya, rumahnya, dan kampung mereka digusur paksa. 

"Kami akan tetap bertahan melawan eksekusi paksa ini jika hak-hak kami sebagai petani, sebagai warga negara Indonesia tidak dipenuhi," katanya.

Nurochim menambahkan, warga dan petani tidak menolak pembangunan jalan tol.

"Kami petani SPI Kendal tidak anti pembangunan. Tapi, kami menuntut hak kami, ukuran ukuran tanah, tanaman, usaha, bangunan yang nantinya diperuntukkan untuk jalan tol harus sesuai dengan hak-hak kami, yang berkeadilan. Bagaimana kami mau menegakkan kedaulatan pangan, Jika pemerintah tidak merelokasi lahan-lahan pertanian kami, rumah-rumah kami," katanya.

Henry Saragih menambahkan, konflik ini adalah akibat belum dijalankannya reforma agraria sejati yang dijanjikan oleh Jokowi-JK, yang sudah jadi program prioritas di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2014-2019.

"Reforma agraria sejatinya bukan hanya redistribusi lahan bagi petani kecil dan petani tak bertanah. Reforma agraria sejatinya juga menetapkan peruntukan mana yang untuk pembangunan, mana yang untuk pertanian, pemukiman, bukan malah merampas lahan dan rumah rakyat," katanya.

Warga pun harus mengungsi ke Gedung DPRD Kendal selepas tanah dan rumahnya digusur paksa untuk pembangunan jalan tol.

Tak menghiraukan keberatan petani dan warga, Pengadilan Negeri Kendal bersikeras melakukan eksekusi.

Pada hari Senin (23/4/2018), perampasan rumah dan tanah petani terjadi di Desa Sumbersari Kecamatan Ngampel milik Bapak Kasipan, rumah milik Ibu Alfiah di Desa Kertomulyo Kecamatan Brangsong, rumah milik Bapak Paidi di Desa Kertomulyo Kecamatan Brangsong dan rumah Ibu Suriati di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong.

Perampasan dan penggusuran kembali terjadi pada hari Selasa (24/4/2018) di Desa Nolokerto Kecamatan Kaliwungu rumah milik Bapak Simun, Bapak Hasan dan Ibu Surmi.

Kemudian, di Desa Magelung Kecamatan Kaliwungu Selatan rumah milik Ibu Maspiah, Ibu Supardi, dan Pak Satrio.

Sampai Kamis (25/4/2018), setidaknya sudah sepuluh rumah yang dirobohkan.

Saat ini, warga yang menjadi korban penggusuran telah di evakuasi ke tempat-tempat darurat seadanya, baik di tetangganya, saudaranya maupun musola.

Luas tanah yang harus diganti menurut warga seluas 73.586,79 m2, namun Satker BPN Kendal mengklaim hanya seluas 69.201 m2.

Alhasil warga dan petani mengajukan protes dan keberatan, mulai dari Kepala Desa, hingga Satker yang dipimpin oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kendal, tapi tidak ditanggapi.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved