Keliling Kawasan Kaki Gunung Merapi
Sebelum perjalanan berpetualang akan dimulai, para penumpang jip biasanya dibekali masker untuk menutup hidung dan mulut agar terhindar dari debu.
WARTA KOTA, YOGYAKARTA -- SETELAH rehat dan sarapan soto di Soto Batok Mbah Karto di Sambisari, Sleman, Yogyakarta, perjalanan dilanjutkan menuju kawasan Cangkringan, yang masih berada di Kabupaten Sleman, Kamis (8/3).
Cuaca cerah saat perjalanan menuju Cangkringan.
Saat menuju Cangkringan, perjalanan ditempuh melalui kawasan Ngemplak.
Dari kejauhan, sudah terlihat puncak dan badan Gunung Merapi, salah satu gunung paling aktif di Indonesia yang berada di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Waktu tempuh menuju Cangkringan diperkirakan lebih kurang 30 menit.
Cangkringan terletak di kaki Gunung Merapi. Pagi itu, Merapi terlihat sangat indah. Beberapa saat menunggu, saya bersama tiga rekan kemudian naik keatas jip terbuka.
Bersama lebih kurang 14 jip lainnya, satu per satu mulai meninggalkan tempat parkir yang sekaligus sebagai titik kumpul di Jalan Bebeng, Pangukrejo, Cangkringan.
Ya, perjalanan Lava Tour dimulai. Cuaca saat akan keliling di kawasan Kaliadem cukup cerah.
Sebelum perjalanan berpetualang akan dimulai, para penumpang jip biasanya dibekali masker untuk menutup hidung dan mulut agar terhindar dari debu.
Sebagai persiapan, tidak ada salahnya menyiapkan jaket tipis atau sweater.
Tujuan pertama dari perjalanan itu adalah melewati kawasan pepohonan yang hijau dan jalan berbatu untuk menuju ke Bungker Kaliadem.
Bungker itu masuk ke wilayah Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo.
Namanya juga keliling di kaki gunung, jalan didominasi jalan penuh batu.
Meski demikian, saat perjalanan ke sana banyak ditemui truk engkel yang memuat pasir hasil muntahan Merapi.
Dari titik kumpul menuju ke Bungker Kaliadem ditempuh lebih kurang 15 menit.
Di sana sudah ada beberapa jip berkumpul, termasuk belasan wisatawan yang sudah sampai terlebih dulu.
Meski bukan musim liburan, tempat itu tetap saja ramai didatangi wisatawan. Di Kaliadem, melihat bungker adalah salah satu tujuan para wisatawan.
Bungker di sana dibangun sebagai tempat berlindung warga di kala Merapi sedang mengeluarkan lahar dan awan panas.
Bungker itu untuk berlindung diri dari sergapan awan panas.
Oleh warga setempat, awan panas disebut wedhus gembel. Disebut wedhus gembel karena awan panas yang turun dari puncak Merapi mirip dengan bulu wedhus (kambing).
Saat Merapi mengalami erupsi tahun 2006, beberapa warga mencoba dan berusaha berlindung dari ‘serangan’ awan panas dengan masuk bungker tersebut.
Namun panasnya material dari gunung membuat nyawa dua orang yang saat itu merupakan relawan, tidak tertolong.
Nah sayangnya, saat berada di kawasan Kaliadem itu, puncak gunung sudah tertutup awan dan cuaca agak mendung. Jika cerah, puncak Merapi seperti terlihat sangat dekat.
Batu Alien
Setelah mengunjungi Bungker Kaliadem, perjalanan dilanjutkan ke Dusun Jambu, Kepuharjo. Dusun ini berada di tepi Kali Gendol.
Di sini, ada batu yang disebut dengan Batu Alien. Apakah batu itu berasal dari luar angkasa?
Batu ini kali pertama ditemukan warga yang akan melihat dusunnya setelah lama mengungsi.
Mereka mengungsi setelah dusun ini luluh-lantak terkena awan panas yang meluncur dari puncak Merapi pada 2010.
Awalnya, warga melihat batu itu biasa-biasa saja. Namun lama-kelamaan, batu tersebut justru terlihat aneh karena bentuknya seperti wajah orang.
Tetapi terlihat hanya separuh wajah saja. Di batu itu terlihat jelas ada telinga, mata dan hidung.
Di balik nama tersebut, sebenarnya nama alien itu hanya nama plesetan. Plesetan dari alian.
Alian yang merupakan bahasa Jawa jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti pindah.
Ya, batu tadi aslinya berasal dari dalam perut Gunung Merapi saat erupsi terjadi medio 2010.
Banyak material batu dan pasir yang keluar dari Merapi yang jatuh di sekitar kaki gunung, termasuk di dusun tersebut.
Sementara di sisi tebing terlihat Kali Gendol yang penuh pasir. Di tempat itu, banyak terlihat truk yang sedang mengantri mengambil pasir hasil dari leutusan Merapi.
Untuk sekadar melepas lelah atau mencari camilan, di kawasan itu juga ada beberapa warung yang menyediakan aneka camilan dan minuman.
Bahkan, di dekat Bungker Kaliadem juga berdiri beberapa warung. Total perjalanan Lava Tour ini mencapai tiga jam, plus istirahat di sebuah kedai.
Saat akan kembali ke titik awal kumpul di Jalan Bebeng, hujan deras mengguyur. (aloysius sunu dirgantoro)