Data KK-NIK Registrasi Bocor, Ada Sanksinya Meskipun Belum Punya UU Perlinduangan Data Pribadi
Tapi proses ini menyisakan masalah yang pelik, registrasi fiktif akibat kebocoran data masyarakat. Jumlah registrasi fiktif ini cukup banyak.
WARTA KOTA, PALMERAH---Proses registrasi prabayar pelanggan telekomunikasi sudah selesai sejak akhir Februari lalu dan kini memasuki periode pemblokiran bertahap.
Tapi proses ini menyisakan masalah yang pelik, registrasi fiktif akibat kebocoran data masyarakat. "Jumlah registrasi fiktif ini cukup banyak,"bisik seorang sumber Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Sejatinya ada beberapa kemungkinan lubang penyalahgunaan data pelanggan prabayar.
Baca: Jangan Sedih, SIM Card yang Diblokir Masih Bisa Registrasi
Kemungkinan pertama, operator. Jika Anda memiliki lebih dari tiga nomor prabayar, harus mendatangi gerai operator untuk mendaftar.
Ini sudah terasa Masyarakat melaporkan data mereka dipakai untuk nomor orang lain. Seperti pelanggan operator seluler berkicau melalui Twitter, kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) miliknya dipakai oleh lebih dari 50 nomor.
Baca: Gawat, Data NIK dan KK Pelanggan Operator Telepon Seluler Bocor, Anda Harus Cek
Kemungkinan kedua, distributor atau pedagang kartu perdana, yang selama ini menganut sistem beli-buang.
Maklum, masyarakat lebih menyukai membeli kartu perdana karena menjanjikan bonus berlimpah. Baik kuota internet maupun SMS/telepon.
Distributor dan pedagang ini beberapa waktu lalu protes ke Kominfo dan meminta agar bisa ikut menjadi pihak yang mendaftarkan kartu prabayar masyarakat.
Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, menegaskan, pelanggaran itu harus ditertibkan.
"Kementerian Kominfo harus mengembalikan kepada aturan, dan operator harus menurut. Jika tidak, akan masuk kategori penyalahgunaan data pribadi," katanya.
Baca: Tenggat Habis Dua Hari Lalu, Masyarakat Masih Ramai Registrasi SIM Prabayar
Lalu apa sanksi untuk pihak yang menyalahgunakan data masyarakat?
Di Indonesia memang belum memiliki UU Perlinduangan Data Pribadi. Namun UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan, pihak yang menyebarluaskan data kependudukan cuma dihukum dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 25 juta.
Sedangkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus.