Kampung Hidroponik Pengadegan Bakal Mendunia

Puluhan tanaman dengan teknik penanaman hidroponik bisa dijumlah di setiap titik perkampungan.

Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Murtopo
Warta Kota/Feryanto Hadi
Jalan dan gang di kawasan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan yang dulunya kumuh, kini berubah menjadi hijau dan asri. 

WARTA KOTA, PANCORAN—Ada pemandangan berbeda saat berkunjung ke kawasan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan.

Jalanan serta gang yang dulunya kumuh, berubah menjadi hijau dan asri.

Puluhan tanaman dengan teknik penanaman hidroponik bisa dijumlah di setiap titik perkampungan.

Gemericik air di setiap kolam ikan yang dibuat penduduk di atas saluran air juga menambah suasana menjadi tentram.

Ditemani Lurah Pengadegan, Mursyid, Warta Kota berkeliling ke sejumlah titik perkampungan pada Selasa (23/1/2018) siang.

Di sana, sejumlah warga dan pengurus RW setempat sedang sibuk dengan tanaman hidroponiknya.

Sebagian tanaman berusia satu pekan mendapat perawatan dengan teliti.

Sementara, di pipa hidroponik lain, tanaman sayuran sudah siap panen.

“Ini sudah berkali-kali panen. Hasilnya cukup baik. Seperti sayuran premium yang dijual di swalayan-swalayan,” kata Ketua PKK RW 01 Kristanti saat menunjukkan deretan tanaman sawi yang siap panen.

Kampung Hidroponik di Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan.
Kampung Hidroponik di Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan. (Warta Kota/Feryanto Hadi)

Ia menambahkan, biasanya, hasil panen dibeli oleh masyarakat setempat dan uangnya masuk dalam uang khas sebagai biaya pembelian nutrisi serta bibit untuk menanam sayuran baru.

“Dua minggu sudah bisa panen dan dibeli warga sini juga. Untuk kualitasnya premium dan bebas pestisida,” ujarnya.

Zainal, selaku Ketua RT 01/01 sekaligus Koordinator Lingkungan perkampungan setempat siang itu tampak sibuk membawa sejumlah botol nutrisi tanaman.

Ia, sehari-harinya bertindak sebagai koordinator yang merawat juga memantau perkambangan anek sayur yang ditanam dalam ladang hidroponik.

“Untuk perawatannya gampang-gampang susah. Asal kita telaten saja,” ujarnya.

Kampung Hidroponik di Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan.
Kampung Hidroponik di Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan. (Warta Kota/Feryanto Hadi)

Di sejumlah RW lainnya juga tampak pemandangan yang sama.

Gang-gang sempit dipenuhi tanaman hijau serta kolam ikan.

Pada dinding-dinding rumah warga juga digambari aneka lukisan dengan tema binatang dan tumbuhan.

Lurah Mursyid bilang, saat ini sudah ada empat RW yang mengaplikasikan Kampung Hodroponik di kelurahan yang ia pimpin, yakni RW01, RW03, RW07 dan RW08. Sedangkan RW lain saat ini sedang dalam proses pembangunan.

“Semangat warga sangat luar biasa. Ini sebenarnya berawal dari pelatihan kepada ibu-ibu PKK. Namun kemudian menjadi virus yang menyebar ke seluruh warga hingga warga ramai-ramai membuat ladang hidroponik di permukimannya. Ini tentu sebuah terobosan yang membanggakan,” ujarnya.

Mursyid berkisah, sejak lulus dari program Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), ia  berinisiatif mengadopsi ilmu yang didapatnya di kawasan Pengadegan.

Awalnya, ia memulai dengan mengujicoba konsep pertanian hidroponik di kantor kelurahan.

Ia menjadikan ruang-ruang di sisi luar bangunan kantor sebagai ladang hidoponik serta kolam pembibitan ikan.

“Ibaratnya di sini jadi labolatorium percontohan. Lihat saja, di sekeliling kantor kelurahan isinya tanaman dan kolam ikan. Warga banyak yang belajar ke sini bagaimana cara bercocoktanam dengan sistem hidroponik lalu mengaplikasikan ke kawasan permukiman mereka,” jelasnya.

Mursyid bilang, banyak terjadi perubahan sosial sejak ia mengkampanyekan Kampung Hidroponik.

Terutama, perubahan perilaku masyarakat yang kini makin perduli dengan kebersihan lingkungan.

Sejumlah jalan dilukis dengan ragam karakter unik.

Begitu juga tembok-tembok perkampungan yang dahulunya kusam, kini dicat dan digambari dengan berbagai macam karakter bertema edukasi.

Bahkan, warga yang sebelumnya memiliki pekarangan kumuh kini sudah memenuhi pekarangannya dengan aneka tanaman serta menyediakan tempat sampah masing-masing.

Yang unik, seperti yang tampak di sejumlah titik, terdapat sebuah tempat yang dinamakan Pos Pemantauan Tanaman Hidroponik.

“Yang jaga pos itu ya warga. Jadi, tidak ada yang berani merusak tanaman atau mengotori kawasan,” terangnya.

Mursid menambahkan, setelah Program Kampung Hidroponik berhasil, maka Kelurahan Pengadegan akan beralih ke Kampung Warna Warni.

"Namun Kampung Warna Warni yang ada di Pengadegan, bukan Kampung Warna Warni seperti biasanya. Kampung Warna Warni ini sifatnya edukatif, ada gambar binatang, bunga, jadi buat ajang pembelajaran juga," pungkasnya.

Kunjungan dari Swiss

Mursyid mengungkapkan, sebagian dana pembuatan hidroponik diperoleh dari program Corporate Social Responbility (CSR) PT Wika dan Palang Merah Indonesia.

“Tanggal 30 Januari nanti rencananya kampung ini akan dikunjungi oleh PMI Internasional dari Swiss untuk meninjau program hidroponik yang warga Pengadegan lakukan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) Kota Jakarta Selatan, Wahyuni memastikan pihaknya akan mendukung program kampung hidroponik yang saat ini sedang dijalankan warga Pengadegan

“Kami nanti akan suport dari sisi teknis berupa penyuluhan maupun bibit tanaman dan ikan jika warga mengajukan. Kami tentu sangat apresiasi langkah warga ini karena sejalan dengan program gerakan inovasi perkotaan yang sedang digagas pemprov DKI Jakarta,” imbuhnya.

Ia menambahkan, urban farming yang dilakukan warga akan mampu menciptakan ketahanan pangan selain menambah ruang hijau yang kini sedang digencarkan.

“Kami juga punya program gang hijau di Jaksel. Saat ini sudah ada sekitar 45 gang hijau sebagai upaya menambah ruang hijau dan meningkatkan kualitas udara di Jakarta Selatan,” imbuhnya.

Wakil Walikota Jakarta Selatan, Arifin bilang, program kampung hidroponik di Pengadegan merupakan bagian dari mitigasi program masyarakat tangguh banjir dukungan dari PMI Pusat, Zurich Insurance yang dilaksanakan dengan penuh kekompakan oleh warga setempat.

“Ini adalah hasil dari semangat masyarakat yang antusias dengan pertanian dengan memaksimalkan ruang terbatas di permukiman. Karena banyaknya masyarakat yang terlibat dalam gerakan ini, maka tercetuslah sebutan kampung hidroponik. Sedangkan alasan memakai sistem hidroponik dikarenakan lahan yang yang tersedia sangat minim,” ungkapnya. (fha)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved