Banjir Protes, Pemprov DKI Cabut Kepgub Kewajiban RT/RW Lapor Via Qlue
Sekarang, RT/RW yang insentif Rp 10.000 per sekali action (laporan) itu tidak diberlakukan, kembali ke sistem awal.
Penulis: Mohamad Yusuf |
WARTA KOTA, BALAI KOTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya menghapuskebijakan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), untuk melaporkan kondisi lingkungannya melalui aplikasi Qlue. Dimana per laporan dianggarkan Rp 10.000 untuk uang insentif RT/RW.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 903 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW, itu pun telah dicabut.
“Pergub-nya (Keputusan Gubernur) kembali ke awal dulu sementara karena dulu ada protes. Jadi, sekarang, RT/RW yang insentif Rp 10.000 per sekali action (laporan) itu tidak diberlakukan, kembali ke sistem awal. Maka kemudian Pergub itu kemudian dicabut,” kata Sumarsono, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2017).
Alasan penghapusan Kepgub tersebut, karena sejak dahulu konsep RT/RW adalah pengabdian masyarakat. Dimana biasanya yang menjabat adalah ketokohan.
"Seorang RT/RW kadang-kadang seorang jenderal bintang tiga, bintang dua, ada direktur, ada dirjen. Saya juga pernah jadi RT/RW. Adik saya juga direktur sekarang jadi RT. Dia nggak butuh pengakuan dalam bentuk Rp 10.000 per membersihkan sampah satu kali, laporan Qlue itu," katanya.
RT/RW merupakan pengabdian kepada masyarakat sehingga tidak perlu diberikan gaji, insentif berupa uang.
Yang ada, lanjutnya hanya cukup biaya operasional. Sehingga perlakuan RT/RW dalam bentuk uang itu, dianggap mereka menyinggung. Sehingga akhirnya, kebijakan akan direformulasi lagi.
"Sehingga mereka tetap dalam posisi ketokohan masyarakat yang dihargai. Jadi, RT/RW dalam bentuk penghargaan itu lebih penting daripada sekedar uang Rp 10.000 per sekali action," katanya.
Sumarsono menegaskan, bahwa saat ini pihaknya mengikuti terlebih dahulu kebijakan yang telah diberlakukan oleh Gubernur DKI Jakarta petahan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang saat ini sedang cuti kampanye.
Namun, kebijakan itu masih tetap akan tetap dalam perhatiannya.
"Saya sebelum masuk sudah ada begitu (Kepgub dicabut) terus nggak dipakai lagi. Jadi, saya masuk dalam kondisi Qlue untuk RT/RW itu vakum," katanya.
Kini, lanjutnyanya kondisi RT/RW sudah tenang. Dimana sebelumnya para RT/RW sudah bersurat ke Mendagri.
"Akhirnya konflik terjadi di RT/RW. Sekarang kami redam, silahkan kerja seperti biasa seperti sebelumnya. Sebagai tokoh masyarakat untuk menjaga kerukunan antar warga atau antar rumah tangga," katanya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan DKI Jakarta, Premi Lasari, mengatakan bahwa pencabutan Kepgub DKI Nomor 903 tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW telah diputuskan.
Yaitu melalui Kepgub DKI Nomor 2432 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW.
Kepgub itu ditandatangani pada 25 Oktober 2016 atau sehari sebelum Ahok cuti untuk kampanye Pilkada DKI 2017.
"Dalam Kepgub 903 disebutkan Uang Insentif Operasional Rukun Tetangga diberikan paling banyak sebesar Rp 975.000. Lalu Uang Insentif Operasional Rukun Warga diberikan paling banyak sebesar Rp 1.200.000," katanya.
Namun, lanjut Premi, dalam Kepgub tersebut, Uang insentif Penyelenggaraan tugas dan fungsi itu, diberikan apabila pengurus RT dan RW melaporkan kejadian/kondisi/kegiatan di wilayahnya melalui aplikasi Jakarta Smart City (Qlue) sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Gubernur.
"Lalu Kepgub itu diubah melalui Kepgub 2432 Berbunyi, Pada saat Keputusan Gubernur ini mulai berlaku, Kepgub Nomor 903 tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," kata Premi.
Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada unsur politis jika Kepgub itu diputuskan sehari menjelang Ahok cuti kampanye.
"Karena memang seluruhnya kan butuh proses. Keputusan itu sudah diproses lama. Kebetulan bisa ditandatangani sehari sebelum pak Ahok cuti kampanye," katanya.
Sementara, dasar pencabutan kewajiban pelaporan RT/RW melalui Qlue, terdapat berbagai faktor.
Dimana, para pengurus RT/RW mengeluhkan pengunaan sistem IT melalui Qlue. Para pengurus banyak yang kurang paham.
"Kami sudah turun ke lapangan, ternyata memang banyak pengurus yang tidak bisa menggunakan aplikasi itu," katanya.
Dari total 30.337 RT dan 2.728 RW, lanjut Premi, hanya 30 persen yang melakukan laporan kondisi lingkungannya melalui Qlue.
Selain itu, sistem aplikasi Qlue juga masih kerap bermasalah. Salah satunya server yang down.
"Sehingga sambil melakukan sosialisasi kepada RT/RW tentang mekanisme aplikasi Qlue dan perbaikan sistem, maka dilakukan evaluasi terhadap Kepgub 903," tegasnya.
Pihaknya pun kedepan akan membuat Perda RT/RW agar payung hukumnya lebih kuat. Dimana saat ini RT/RW itu belum diatur keberadaannya.
"LSM dan Dewan Kota saja sudah ada perda-nya. Masak RT/RW belum ada. Perda RT/RW kami targetkan dibentuk tahun ini," katanya.
Sedangkan, kini sistem penghitungan pelaporan RT/RW melalui Qlue itu dihapuskan. Pengurus pun bisa menerima uang insentif seperti dahulu kala.