Berawal Dari Hobi Memasak, Lalu Lahirlah Sekar Seafood Bandung

Tiga bulan pertama babak belur, pemasukan minus.Setiap tiap bulan Rp 15 juta harus keluar untuk membayar karyawan, listrik, pegawai dan sewa tempat.

Editor: AchmadSubechi
WARTA KOTA/ACHMAD SUBECHI
Eddy Soependy, menunjukkan kepiting lada hitam, salah satu menu favorit Sekar Seafood, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (4/1/2017). 

Meski berlokasi di Bandung, ada pelanggan yang tinggal di Bekasi kerap memesan menu favorit di Sekar Seafood. "Bagi mereka harga ikan di sini tergolong murah."

Bukan masakan laut pertama yang Edoy rintis selama membuka usaha kuliner. Selama empat tahun ia sudah menjadi produser Sambal Gelo.

Kepiting lada hitam, salah satu menu favorit di Sekar Seafood, Jalan Soekarno-Hatta, No. 618, Manjahlega dan Sekar Seafood, Jalan Suniaraja No. 41, Kota Bandung, Jawa Barat. WARTA KOTA/ACHMAD SUBECHI
Kepiting lada hitam, salah satu menu favorit di Sekar Seafood, Jalan Soekarno-Hatta, No. 618, Manjahlega dan Sekar Seafood, Jalan Suniaraja No. 41, Kota Bandung, Jawa Barat. WARTA KOTA/ACHMAD SUBECHI

Kebijakan Pemerintah Kota Bandung yang menetapkan zona merah bagi pedagang kaki lima, memaksanya memutuskan menjual Sambal Gelo yang saat itu sudah memiliki 15 cabang ke orang lain.

“Peraturan Pemkot Bandung soal zona merah memutuskan kita untuk hengkang dari Sambal Gelo dengan membuka usaha seafood,” kenang Edoy.

Sebelum berganti nama menjadi Sekar Seafood seperti sekarang, Edoy membawa nama Si Ratu Pedes Bebek Belur yang salah satu menunya gomyang, sop kepala ikan munyung makanan khas Indramayu.

Seporsi gomyang ia banderol Rp 70 ribu. Tiga bulan pertama babak belur, pemasukan minus sementara tiap bulan Rp 15 juta harus keluar untuk membayar karyawan, listrik, pegawai dan sewa tempat.

“Butuh waktu lama untuk menyosialisasikan gomyang bagi lidah kebanyakan warga Bandung. Sebenarnya gomyang tak kalah enak dari kepala kakap lho,” ujar Edoy.

Setelah memutuskan membuak restoran makanan laut, Edoy dan kakaknya Aris, sudah memikirkan mata rantai produksi dari hulu ke hilir agar kelak ketika usahanya sudah besar tak direpotkan lagi untuk urusan suplai bahan baku.

Perlahan tapi pasti ia memberdayakan 25 perahu nelayan di Indramayu sebagai pemasok ikan, cumi, kerang, dan kepiting. Sementara udang windu dipasok dari petambak di sana.

Nelayan merasa beruntung karena hasil tangkapannya Edoy dibeli dengan harga tinggi sebagai end user. Sedikit lebih murah daripada tengkulak.

Sejak awal kita harus mengondisikan asal barang, tak asal mengambil barang dari pemasok karena tak ada jaminan barangnya bagus,” cerita dia.

Semua nelayan yang diberdayakan adalah mitra penting. Berapa pun hasil tangkapan mereka akan dibeli untuk kebutuhan Sekar Seafood.

Menurut dia, hampir setiap hari pasokan ikan, kepiting, udang, cumi, dan kerang selalu datang  untuk kebutuhan Sekar Seafood. Sehingga ia berani menawarkan kalau bahan bakunya selalu segar.

Ia lebih memilih hasil tangkapan ikan dari nelayan perahu kecil ketimbang perahu besar karena ketika naik ke darat masih segar.

Sebagai perbandingan, nelayan berperahu kecil hanya sehari mendapat hasil tangkapan, sementara nelayan berperahu besar bisa sampai 45 hari di laut dan ketika disajikan untuk masakan laut sudah terlalu lama.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved