Jokowi Minta Nilai Tukar Rupiah Jangan Melulu Diukur Pakai Dolar AS, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Menurut Sri Mulyani, nilai tukar yang selama ini dianggap sebagai indikator tidak hanya dari satu mata uang.
WARTA KOTA, GAMBIR - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan maksud pernyataan Presiden Joko Widodo, yang meminta masyarakat tak melulu mengukur nilai tukar rupiah dengan mata uang dolar Amerika Serikat.
Menurut Sri Mulyani, nilai tukar yang selama ini dianggap sebagai indikator tidak hanya dari satu mata uang. Sebab, Indonesia memiliki partner dagang berbagai negara.
"Indonesia itu memiliki partner dagang maupun investasi. Kalau dilihat dari sisi kebutuhan, apa yang disebut competitiveness, nilai tukar yang selama ini dianggap sebagai indikator itu tidak hanya dari satu mata uang dan satu destinasi seperti Amerika Serikat. Tapi yang seperti disampaikan oleh Presiden, Indonesia juga memiliki banyak partner lain," ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Adapun lima mata uang yang menjadi mata uang utama selain dolar Amerika Serikat adalah yuan (Tiongkok), euro (Uni Eropa), yen (Jepang), dan poundsterling (Inggris).
Dengan demikian, Sri Mulyani menjelaskan bahwa lemah atau menguatnya mata uang tidak bisa hanya dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat.
"Jadi kalau melihat apresiasi atau depresiasi, ini harus kepada basket of currency itu, tidak hanya fokus kepada dolar Amerika Serikat saja," jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini tidak bisa lagi dijadikan patokan untuk mengukur ekonomi Indonesia.
Ia meminta masyarakat juga mengukur nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain, seperti yuan renminbi (Tiongkok).
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menjadi pembicara kunci dalam Sarasehan 100 Ekonom yang digelar Indef, di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Jokowi mengatakan, pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, mata uang berbagai negara termasuk Indonesia mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Namun, Jokowi menilai, melemahnya nilai tukar tersebut harusnya tidak menjadi kekhawatiran besar.
"Menurut saya, kurs rupiah dan dolar bukan lagi tolok ukur yang tepat," kata Jokowi.
Sebab, lanjut dia, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini tidak begitu signifikan, hanya 10 persen.
Di sisi lain, Trump dengan kebijakan "America first" akan lebih membuat AS berjalan sendiri.
"Artinya, kurs rupiah-dolar semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, tetapi semakin mencerminkan kebijakan ekonomi AS yang saya sampaikan jalan sendiri tadi," ucap Jokowi.
Harusnya, lanjut Jokowi, masyarakat dan dunia usaha mulai mengukur Indonesia dengan mitra dagang terbesarnya.
Saat ini, lanjut Jokowi, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia, dengan total ekspor mencapai 15 persen. Lalu ada Eropa (11,4 persen) dan Jepang (10,7 persen).
"Kalau Tiongkok terbesar ya harusnya rupiah-renminbi yang relevan," cetus Jokowi. (*)