Dirut RSUD Kota Bekasi Dicopot
Adapun Alexander Zulkarnaen yang sebelumnya menjadi Kadisdukcapil Kota Bekasi dimutasi sebagai Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
WARTA KOTA, BEKASI - Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi, Titi Masrifahati dicopot dari jabatannya pada Rabu (24/8) siang.
Titi kemudian mendapat tugas baru sebagai Staf Ahli Pemerintah Kota Bekasi bidang Politik dan Hukum.
Diduga pencopotan Titi berkaitan dengan adanya utang obat yang dilakukan oleh rumah sakit pelat merah tersebut ke distributor obat senilai Rp 1 miliar pada awal 2016 lalu.
Saat dikonfirmasi, Kepala Sub Bagian Mutasi pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi, Widi Tiawaman menjawab diplomatis.
Dia menyebut pencopotan ini tidak ada kaitannya dengan temuan tersebut, tapi berdasarkan pada rekomendasi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
"Kita hanya pelaksana administrasi soal rotasi ini. Jadi saya tidak paham," kata Widi kepada wartawan pada Rabu (24/8/2016) petang.
Widi mengatakan, pasca pencopotan itu, maka posisi Dirut masih kosong.
Soalnya masih menunggu keputusan dari kepala daerah dalam hal ini, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Namun dia memprediksi untuk sementara posisi jabatan itu akan diemban oleh pelaksana tugas (plt).
"Kami masih menunggu keputusan kepala daerah, untuk mencari pelaksana tugas yang akan menggantikan sementara jabatan Dirut," jelasnya.
Dalam rotasi yang dilakukan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di gedung Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Titi menjadi Staf Ahli Pemkot bidang Politik dan Hukum menggantikan Erwin Effendi yang kini bertugas sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Adapun Alexander Zulkarnaen yang sebelumnya menjadi Kadisdukcapil Kota Bekasi dimutasi sebagai Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi yang kosong sejak beberapa pekan lalu.
Sebelumnya, RSUD Kota Bekasi terpaksa utang obat hingga Rp 1 miliar ke distributor obat pada awal 2016 lalu.
Akibatnya, beberapa pasokan obat menjadi berhenti. Pasalnya, menurut catatan pihak Inspektorat Kota Bekasi jumlah utang mencapai Rp 1 miliar.
"Iya memang ada utang ke distributor obat saat itu, sebesar Rp 1 miliar. Itu yang menyebabkan stok obat berkurang," kata Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Cucu Syamsudin.
Hanya saja, Cucu membantah, bila hasil audit yang ditemukannya termasuk memberi rekomendasi pencopotan Dirut RSUD Kota Bekasi.
Menurutnya, hasil audit itu hanya memberikan saran soal perbaikan perencanaan obat untuk tahun mendatang.
"Termasuk pembelian obat pada anggaran perubahan 2016," jelasnya.
Cucu menjelaskan, hutang itu dialami RSUD setelah tidak terbayarkan pembelian obat. Seharusnya, kata dia, ada uang pembelian yang sudah disiapkan.
"Apalagi, RSUD itu kan sifatnya Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD), jadi sudah mempersiapkan anggaran untuk membeli obat," katanya.
Sementara itu, Satuan Pengawas Internal RSUD Kota Bekasi, Erwin menambahkan, peningkatan jumlah pasien akan berdampak pada ketersediaan obat.
Oleh karena itu, pengadaan obat harus lebih banyak lagi tentunya disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
"Peningkatan jumlah pasien yang ditangani rumah sakit, otomatis menimbulkan peningkatan kebutuhan obat yang tidak mungkin ditunda. Hal inilah yang mengakibatkan adanya utang obat," ujar Erwin.
Erwin menyebut, RSUD merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), sehingga pengadaan alat, obat dan fasilitas kesehatan sudah menerapkan sistem Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Oleh karena itu, RSUD diberikan beberapa fleksibilitas berupa keleluasaan dalam menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satunya dapat memberi piutang atau melakukan utang, sehubungan dengan kegiatan operasional.
Hal ini sebagaimana pasal 85 dan 87 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61 tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD.
"Atas dasar itulah, RSUD dibolehkan mempunyai utang karena sudah ada aturannya dan statusnya juga sudah BLUD," jelas Erwin.