Kepsek: Sekolah Kharisma Bangsa 100 Persen Milik Orang Indonesia

Kepala SMP-SMA Sekolah Kharisma Bangsa, Sutirto, menuturkan pihaknya sudah tidak ada lagi hubungan dengan Pasiad, lembaga non pemerintah asal Turki

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Warta Kota/Budi Sam Law Malau
Sutirto, Kepsek SMP SMA Kharisma Bangsa. 

WARTA KOTA, DEPOK -- Kepala SMP-SMA Sekolah Kharisma Bangsa, Sutirto, menuturkan pihaknya sudah tidak ada lagi hubungan dengan Pasiad, lembaga non pemerintah asal Turki yang diketahui berafiliasi dengan kelompok Fethullah Gulen yang mencoba mengkudeta pemerintahan Turki beberapa waktu lalu.

Hubungan dengan Pasiad katanya berakhir 2014 lalu saat ada aturan baru dari pemerintah, dan kini pihaknya bekerjasama dengan lembaga pendidikan dari Australia, AMITY College.

Hal itu ditegaskan Sutirto terkait tudingan dari pemerintah Turki yang menyebut sekolah mereka berkaitan dengan kelompok Fethullah Gulen karena pernah bekerjasama dengan Pasiad.

"Kami membantah terkait dengan Pasiad atau Feto. Tudingan itu terlalu berlebihan apalagi meminta sekolah kami ditutup. Sebab sejak 2014 lalu, sudah tidak ada lagi kerjasama atau bantuan dari Pasiad, baik dalam bentuk hibah barang atau santunan," kata Sutirto.

Menurut Sutirto saat ini Sekolah Kharisma Bangsa didanai full 100 persen dari masyarakat atau dari orangtua siswa.

"Sekolah Kharisma Bangsa dibawah Yayasan Kharisma Bangsa ini juga dimiliki oleh orang Indonesia dan bukan warga asing," kata Sutirto.

Pemiliknya kata dia sebenarnya sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan khususnya dunia penerbitan buku pelajaran. "Yakni Ibu Djusni Djohan yang juga pemilik penerbitan buku Yudhistira," katanya.

Karenannya sangat tidak mungkin Kharisma Bangsa terkait dengan kelompok teroris Turki dan sama sekali tidak menerima dana dari Turki.

Menurut Sutirto, tudingan sekolah mereka terkait dengan kelompok Feto dan diminta ditutup sangat berlebihan.

"Terlalu berlebihan tudingan itu. Apalagi meminta supaya sekolah kami ditutup. Saya tegaskan, kami sudah tak lagi bekerjasama dengan LSM dari Turki PASIAD dan mendapat dana dari mereka sejak 2014 lalu," kata Sutirto.

Menurut Sutirto, sejak adanya aturan baru tahun 2014 lalu, pihaknya tak lagi bekerja sama dengan PASIAD yang terafiliasi dengan kelompok Fethullah Gulen.

Aturan itu mesti membuat pihak sekolah harus memilih apakah sekolah mereka menjadi sekolah nasional dengan kurikulum nasional 100 persen, atau sekolah dengan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) yang kurikulumnya adalah kurikulum nasional ditambah kurikulum lain.

"Jadi sejak 2014 kita tidak bisa lagi kerjasama dengan PASIAD, karena PASIAD bukan lembaga pendidikan resmi pemerintah Turki dan masa kerjasam PASIA dengan Kemendikbud saat itu juga selesai," kata Sutirto.

Ia mengakui sejak 2006 atau saat sekolah Kharisma Bangsa yang terdiri dari SD, SMP dan SMA ini berdiri, mereka bekerjasama dengan PASIAD.

"Dan berakhir tahun 2014, karena aturan yang ada," katanya.

Sehingga untuk menjaga kualitas pendidikan mereka, maka Sekolah Kharisma Bangsa memutuskan menjadi sekolah SPK sejak 2014, dengan bekerjasama denga lembaga pendidikan dari Australia, AMITY College.

"Pihak AMITY College hanya berperan dalam bentuk satuan pendidikannya saja di Kharisma Bangsa," kata Sutirto.(bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved