Pengurus Besar IDI Tolak Jika Dokter Dijadikan Eksekutor Suntik Kebiri Kimia

Di tengah maraknya perkosaan dan penerapan hukuman kebiri, IDI menolak jika dokter dijadikan eksekutor untuk hukuman kebiri pemerkosa.

Warta Kota/Rangga Baskoro
PB IDI menolak untuk dijadikans ebagai eksekutor untuk tindakan kebiri terhadap pelaku pemerkosaan. 

WARTA KOTA, MENTENG -- Hukuman suntik kebiri kimia yang akan diberikan oleh pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagai pemberi efek jera masih jadi perderbatan.

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara tegas menolak apabila profesi dokter yang menjadi eksekutor terhadap pemberian sanksi atau hukuman kepada pelaku kejahatan seksual.

"Dalam sumpahnya, dokter itu mengatakan, saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusian sekalipun diancam. Dokter gak mungkin melakukan eksekusi itu, siapapun dia," tutur Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Prijo Sidipratomo di gedung PB IDI, jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (9/6).

Hal tersebut, sambung Prijo berlaku untuk semua profesi kedokteran baik mereka yang bekerja sebagai dokter sipil ataupun militer. Ia juga mengingatkan bahwa hal itu bukan lah hal yang sepele karena terkait kode etik kedokteran.

"Saya ingatkan lagi bahwa sumpah dokter itu universal dan itulah yang membuat dokter itu menjadi sebuah profesi, kalau melanggar orang tersebut gak jadi dokter lagi," ungkap Prijo.

Hal yang mendasari penolakan tersebut adalah bahwa suntik kebiri kimia banyak menghasilkan efek samping yang berjangka panjang bagi pelaku kejahatan seksual.

"Efek sampingnya seperti osteoporosis, otot menghilang, lemak bertambah, menyebabkan kelainan jantung," kata Prof dr Wimpie Pangalila Sp. And (K). Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia.

Selaim itu pro dan kontra mengenai hukuman kebiri juga masih terjadi di berbagai negara yang menerapkannya. "Seperti di Amerika misalnya, peraturan mengenai kebiri sudah ada pasalnya, tapi prakteknya disana masih menimbulkan perdebatan juga," ungkapnya.

Penurunan kualitas hidup bagi pelaku kejahatan seksual dengan suntik kebiri kimia membuat PB IDI menolak untuk menjadi eksekutor. "Dampaknya yang kami lihat sudah tidak sesuai dengan tujuannya apabila tetap diterapkan," ujar Wimpie.

Ia menolak peranggapan yang menyebutkan PB IDI membangkang terhadap peraturan pemerintah mengenai hukuman suntik kebiri kimia. "Perlu ditekankan, ini bukam penolakan. Kami dukung bahwa harus ada hukuman berat terhadap pelaku kejahatan seksual, tapi bukan dengan cara sepeti itu," tutup Wimpie.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved