BREAKING NEWS: PRJ Senayan Dinilai Gagal
Bener-bener sepi, ya kalau bisa dibilang, PRJ ini gagal. Beda banget kayak waktu di Monas, katanya
Penulis: | Editor: Andy Pribadi
WARTA KOTA, TANAH ABANG - Lesu dan tidak bersemangat, pemandangan tersebut umum terlihat pada seluruh peserta Pekan Raya Jakarta (PRJ) Senayan pada hari terakhir acara dilangsungkan, Jumat (5/6). Bukan tanpa sebab, sepinya pengunjung yang berimbas pada meruginya usaha, sangat berbanding terbalik dengan pengharapan para pedagang.
Perasaan kecewa tersebut seperti halnya yang dirasakan Widi (32) pemilik stan baju muslim. Dirinya hanya terlihat terdiam saat beberapa orang pedagang yang berdampingan dengan booth yang disewanya mulai merapikan barang dagangan pada sekira pukul 17.00 WIB.
Walau matahari sudah hampir tenggelam, belum ada satu pun baju muslim ataupun jilbab dikemasnya ke dalam box plastik untuk dibawa pulang. Puluhan stel pakaian beraneka motif dan warna serta aksesori perempuan miliknya masih terlihat tertata rapih tergantung di atas rak pakaian.
Walaupun diyakininya tidak ada pembeli yang datang, seperti pada enam malam sebelumnya, dirinya mengaku ingin berdiam diri dan menikmati hari terakhir PRJ Senayan digelar, lantaran untuk menenangkan diri karena telah gagal dan merugi. Selain itu, alasan dirinya berdiam diri karena tidak mau kembali merugi, sebab sesuai kontrak, pagelaran PRJ Senayan ditutup hingga pukul 22.00 WIB.
"Apa boleh buat, ya namanya usaha pasti ada untung-ruginya, nah, sekarang saya kebagian ruginya, Insya Allah, usaha kedepan nggak keulang lagi. Amin," ungkapnya optimis.
Namun, dibalik rasa ikhlas yang disampaikannya, dirinya mengaku kecewa dengan keadaan selama mengikuti PRJ Senayan 2015. Sebab, sepinya pengunjung diyakininya merupakan imbas dari gagalnya fasilitas listrik yang tidak kunjung menyala hingga hari terakhir PRJ Senayan digelar.
"Kalau dibilang rezeki itu Allah yang atur, ya benar. Tapi semua hal pasti ada sebab-akibatnya, kalau sekarang, korelasinya jelas, karena lampu mati (listrik padam-red), pengunjung ngak tahu ada acara, yang usaha juga nggak bisa jualan juga," jelasnya.
Keluhan serupa pun disampaikan oleh Acep (45) pedagang soto. Semenjak berjualan pada Sabtu (30/5) hingga Jumat (5/6) sore, dirinya mengaku hanya menjual sebanyak enam porsi saja. Padahal, jika dibandingkan dengan berjualan di kios miliknya di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dalam sehari setidaknya dirinya dapat menjual sebanyak 90 porsi dalam sehari.
Tidak terjualnya soto miliknya tersebut, diakuinya menyebabkan kerugian hingga mencapai lebih dari Rp 1 juta per hari. Kerugian tersebut dihitungnya berdasarkan target penjualan sekaligus modal bahan makanan untuk membuat soto.
"Bener-bener sepi, ya kalau bisa dibilang, PRJ ini gagal. Beda banget kayak waktu di Monas (Monumen Nasional-red) tahun kemarin, waktu itu saya sampe kewalahan, jualan bisa habis total setiap hari," ungkapnya.
Atas pengalaman pahit ini, dirinya mengaku kapok dan tidak berminat lagi untuk mengikuti ajang PRJ Senayan kembali. Walaupun, dirinya diberikan biaya sewa gratis oleh pemerintah.
"Terus terang saya kapok, karena cuma bikin susah aja, kita sudah keluar modal mulai dari transport, bahan, sampai waktu, tapi hasilnya begini, rugi. Saya mau supaya tahun depan bisa diadain lagi di Monas, karena sudah terbukti ramai kalau di sana," tutupnya. (dwi)