Lipsus Edisi Cetak
Kecurangan Oknum Medis Soal Tagihan BPJS di Semua RSUD
Praktik kecurangan oknum petugas medis, menurut informasi merata terjadi di berbagai rumah sakit di DKI Jakarta.
WARTA KOTA, PALMERAH - Berdasarkan penelusuran Warta Kota, praktik kecurangan itu dilakukan rumah sakit dengan beragam modus.
Mulai dari tidak memberikan kuitansi ke pasien, menganjurkan membeli obat dari apotek rumah sakit dengan alasan obat dari BPJS Kesehatan mutunya rendah, manipulasi data waktu perawatan pasien, dan lainnya.
Praktik kecurangan oknum petugas medis, menurut informasi merata terjadi di berbagai rumah sakit di DKI Jakarta.
Rata-rata modus yang dilakukan pun serupa dan bertujuan agar klaim tagihan rumah sakit ke BPJS Kesehatan membengkak. Lemahnya fungsi pengawasan disinyalir menjadi alasan meluasnya praktik kecurangan ini.
Praktik curang ini ada yang dilakukan secara sengaja, adapula yang tak disengaja. Seperti ada pasien yang terdaftar sebagai peserta kelas II, namun malah ditempatkan di kamar perawatan kelas III. Atau bisa juga sebaliknya.
Bila penyebabnya kasuistik seperti akibat kamar perawatan kelas II penuh, tindakan ini bisa dimaklumi. Namun, bagi yang sengaja curang, tindakan ini tentu akan membuat rumah sakit itu untung.
Karena klaim yang diajukan adalah klaim biaya perawatan kelas II. Padahal, yang terjadi adalah pasien diturunkan ke kelas III yang preminya lebih murah daripada kelas II.
Seperti diketahui, menurut Perpres No 111/2013, iuran peserta PBPU adalah Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 42.500 untuk kelas II, dan Rp 59.500 untuk kelas I. Iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 19.225 dibayar oleh pemerintah.
Kejadian seperti itu juga oleh BB, seorang wiraswastawan. Dia terdaftar sebagai peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas II. Tetapi, saat menderita penyakit tifus seminggu lalu, dia malah dimasukkan ke kamar perawatan kelas III. Tentu saja pihak keluarga protes.
"Mereka bilangnya kelas II kamarnya penuh. Padahal saya lihat ada beberapa kamar kelas II yang kosong. Tapi, mereka bilangnya kamar yang kosong itu lagi rusak," ungkap EN, istri BB kepada Warta Kota, pekan lalu.
Setelah mendapat penjelasan demikian dari pihak rumah sakit, EN bisa menerima. Tetapi, keesokan harinya dia mendapati kamar yang disebut sedang rusak itu sudah terisi oleh pasien lain.
EN pun kembali protes. Namun, kali ini penjelasan suster sangat mengecewakan.
"Katanya kamar perawatan itu udah dibetulin, jadi bisa diisi pasien. Saya nggak mau debat. Capek. Cukup tahu saja kalau pelayanan rumah sakit ke pasien BPJS Kesehatan seperti ini," keluh EN. (Harian Warta Kota)
Baca selengkapnya di Harian Warta Kota edisi, Senin, 20 April 2015