Lipsus Edisi Cetak
Warga Pilih Makam Sistem Tumpang
Tingginya tingkat kematian di DKI Jakarta tak diimbangi dengan ketersediaan lahan pemakaman umum.
WARTA KOTA, PALMERAH - Tingginya tingkat kematian di DKI Jakarta tak diimbangi dengan ketersediaan lahan pemakaman umum. Khawatir tak mendapat 'tempat' suatu hari nanti, warga memilih untuk dikuburkan dengan sistem tumpang alias bertumpuk dengan jenazah anggota keluarganya.
"Menurut saya tak ada salahnya kuburan ditumpuk. Ulama juga nggak melarang. Justru bagus, karena bisa menghemat lahan pemakaman," ucap Abdul Gofur (52), warga Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan, kepada Warta Kota, Rabu (1/4).
Gofur dan istrinya, Saidah (50), memiliki tiga orang anak. Namun, salah satu anaknya telah meninggal dan dikuburkan di TPU Menteng Pulo, Setiabudi. Kini, TPU tersebut sudah penuh. "Sudah niat, kalau nanti meninggal, jenazah saya disatukan saja dengan jenazah anak saya," katanya.
Tekad serupa disampaikan Rohim (46), warga Menteng Atas lainnya. Bahkan, ayah enam anak ini berandai-andai untuk memasukkan ke-8 anggota keluarganya dalam satu liang kubur. Ia yakin, bila masyarakat lain berpikiran sama, Jakarta tak akan kehabisan lahan makam.
"Dengan satu liang lahat, maka di atas kuburan tinggal ditulis identitas masing-masing orang. Bisa juga ditambah dengan penjelasan silsilah keluarga," tutur Rohim.
Manfaat ganda
Sistem pemakaman tumpang memiliki manfaat ganda. Bagi ahli waris, sistem ini menjadikan jenazah anggota keluarga tak terpisah-pisah. Sementara bagi pemerintah, sistem ini untuk mengatasi sulitnya cari lahan makam baru.
Pemakaman tumpang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman. Pertama-tama, ahli Waris melaporkan ke RT, dan RW kemudian ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Jenasah (model A).
Selanjutnya, Surat Keterangan model A dari Puskesmas dilaporkan ke kelurahan setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Kematian.
Di luar familinya ditambah izin tertulis atau surat pernyataan dari ahli waris dan atau pihak yang bertanggung jawab terhadap jenazah yang akan ditumpangi dan melampirkan Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM) asli yang masih berlaku.
Setelah menyelesaikan administrasi dan membayar retribusi sebesar 25 persen dari retribusi pemakaman baru, ahli waris mendapat surat IPTM tumpangan.