JELAJAH MUSEUM
Pertempuran Surabaya yang Dikenang Dunia
Salah satu diorama yang terdapat di Museum Satria Mandala adalah sebuah gambaran mengenai pertempuran bersejarah yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945.
Penulis: Feryanto Hadi |
Semanggi, Wartakotalive.com
Salah satu diorama yang terdapat di Museum Satria Mandala adalah sebuah gambaran mengenai pertempuran bersejarah yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Diawali dengan mendaratnya tentara serikat (Inggris) di Surabaya pada Oktober 1945,. Pada awal kedatangannya, mereka berjanji tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Republik Indonesia. Namun janji itu tidak mereka tepati, banyak tindakan mereka yang justru merugikan bangsa Indonesia. Karena Inggris tidak menepati janjinya, timbullah insiden bersenjata yang meningkat menjadi pertempuran.
Kemudian muncullah gesekan-gesekan antara tentara serikat dengan rakyat Surabaya, yakni yang terjadi pada peristiwa penurunan bendera Belanda dari puncak Hotel Yamato, Jl. Tunjungan No. 65 Surabaya. Peristiwa tersebut dipicu oleh dikibarkannya bendera Belanda oleh orang Belanda bekas tawanan Jepang di Surabaya. Padahal, sebelumnya, Pemerintah Republik Indonesia di Surabaya mengeluarkan larangan pengibaran bendera selain bendera Merah Putih.
Sebenarnya, orang orang belanda tersebut sudah dituntut untuk menurunkan bendera mereka, dan sudah dilakukan perundingan antara pihak Indonesia (Resimen Soedirman ) dan Mr. W.V.Ch Ploegman dari pihak Belanda. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Merasa dilecehkan, para rakyat Surabaya saat itu marah dan kemudian terjadilah pertikaian besar. Beberapa orang pemuda ada yang naik ke atap Hotel Yamato dan menurunkan bendera belanda serta merobek warna biru pada bendera tersebut hingga menjadi berwarna merah putih yaitu bendera Indonesia.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Meski begitu, tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.
Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA. Dalam ultimatum tersebut, rakyat beserta para pejabat di Surabaya wajib menyerahkan senjatanya masing-masing di Bataviaweg sebelum pukul 06.00 tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November, inggris mengerahkan semua kekuatannya baik di darat, laut maupun di udara. Maka terjadilah pertempuran besar-besaran antara pasukan Inggris dengan pejuang Surabaya, terjadi di sekitar Jembatan Merah. Pertempuran besar ini, hingga kini dikenal di seluruh dunia.
Mengingat pentingnya peristiwa perang yang terjadi pada 10 November ini, pada tanggal tersebut kemudian diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
Kaca Gedung Bank Bank Internatio Sebagai Saksi Bisu
Selain menampilkan diorama, pada lorong yang menghubungkan ke ruang koleksi Dwi Tunggal TNI ini, juga terdapat sebuah kaca yang merupakan salah satu saksi bisu terjadinya pertempuran besar di kota Pahlawan. Kaca tersebut adalah salah satu bagian dari kaca jendela Gedung Bank Internatio yang terletak di dekat Jembatan Merah Surabaya.
Pada 30 Oktober 1945, di dalam dan di sekitar gedung tersebut terjadi insiden bersenjata antara pihak Indonesia dan tentara Inggris. Komandan Brigade 29 Divisi India XXV Brigadir Jenderal A.W.S Malabby tewas terbunuh dalam insiden ini.