Isu Makar
Eggi Sudjana Jadi Tersangka Kasus Dugaan Makar, Buku Ini Kena Getahnya
ABDULLAH Alkatiri, kuasa hukum Eggi Sudjana, menyinggung buku 'Jokowi People Power'.
ABDULLAH Alkatiri, kuasa hukum Eggi Sudjana, menyinggung buku 'Jokowi People Power'.
Hal itu dilontarkan Alkatiri setelah ia merasa janggal terhadap penyematan status tersangka terhadap kliennya, yang tersandung kasus dugaan makar.
"Karena coba lihat, tahun 2014 sudah ada buku ini dijual di Gramedia (Jokowi People Power)," kata Alkatiri saat ditemui di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu (19/5/2019).
• Ditanya Soal Kemungkinan Sweeping Ormas Saat Ramadan, Anies Baswedan: Tahun Lalu Ada Enggak?
"Dan di media-media ya pada saat waktu itu dari pihak Pak Jokowi yang calon Pemilu 2014 mereka katakan, jika ada kecurangan maka akan ada people power," sambungnya.
Alkatiri pun ingin meminta keadilan terhadap Eggi Sudjana. Jika kliennya dapat ditersangkakan karena makar, maka frasa people power dalam buku terbitan 2014 itu, juga harus diangkat ke permukaan.
"Kalau memang dia (Eggi) anggap ini pelanggaran tindak pidana, seharusnya yang 2014 ini juga harus diangkat, iya kan?" ucapnya.
• Politikus Golkar Ini Ungkap Pembangunan Ibu Kota Baru Bisa Tanpa Biaya, Begini Caranya
"Yang mana jelas-jelas yang namanya people power itu adalah kedaulatan rakyat. Kalau kita tahu, 212, 411 itu karena ada ketentuan hukum, maka turun ke jalan kan disebut people power," jelas Alkatiri.
Buku yang ditulis Bimo Nugroho dan M Yamin Panca Setia dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama itu, menjadi perbincangan setelah politikus PAN Eggi Sudjana, menjadi tersangka kasus dugaan makar.
Buku ini ditulis untuk merekam fenomena gerakan rakyat yang saat itu habis-habisan mendukung Jokowi pada Pilpres 2014.
• Kronologi Penangkapan Terduga Teroris di Bekasi, Satu Ditangkap, Satu Lagi Tewas Meledakkan Diri
Dijelaskan dalam buku tersebut, gerakan rakyat atau 'people power' menemukan momentumnya. Namun, 'people power' dalam buku tersebut dalam konteks pemilu yang demokratis.
"Di Indonesia, gerakan rakyat menemukan momentumnya kembali pada Pemilu 2014. Meskipun tidak seratus persen memenuhi prasyarat ideal, gerakan rakyat berhasil merebut puncak kepemimpinan nasional lewat pemilu yang fair dan demokratis," tulis Bimo Nugroho dan M Yamin Panca Setia, dalam buku tersebut.
Dijelaskan pula, gerakan rakyat kerap kali dilekatkan dengan label 'komunisme' atau gerakan anarkis dalam arti merusak status quo.
• Gara-gara Sempat Ditelepon Seseorang, Rumah Kontrakan Pengemudi Ojek Online Ini Didobrak Densus 88
Padahal, jika merujuk pada konsep kedaulatan rakyat, maka 'people power' tahun 2014 tersebut bertemu dengan esensi rakyat yang sesungguhnya.
Selain itu, dalam buku ini juga dipaparkan soal bagaimana gerakan rakyat yang mendukung Jokowi, menjadi penanda puncak transisi demokrasi di Indonesia.
Sebab, perjuangan gerakan rakyat Indonesia sudah terlalu lama diisap oleh kaum elite, sejak masa sebelum kemerdekaan dulu.
• Mardani Ali Sera: Pak Presiden yang Terhormat, Tolong Terjunkan Tim Medis Dampingi Petugas KPPS