Pengacara Belum Putuskan Banding karena Setnov akan Lakukan Konsultasi Lebih Dulu
Pihaknya masih akan berupaya mempelajari fakta-fakta dengan pertimbangan yang dinilai kontroversial.
Penulis: Joko Supriyanto |
WARTA KOTA, KEMAYORAN -- Setelah mendapatkan vonis 15 tahun penjaran dalam kasus proyek e-KTP, Setya Novanto alias Setnov masih akan mempertimbangkan dalam upaya pengajuan banding.
Menanggapi hal tersebut Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya menyampaikan bahwa Setya Novanto akan berkonsultasi terlebih dahulu kepada keluarga.
"Saya rasa itu manusiawi bahwa pak Setnov mengambil pilihan untuk berkonsultasi kepada keluarga, termasuk pertimbangan pikir-pikir itu. Sebenarnya bisa saja beliu mengambil sikap untuk menyatakan banding langsung, tapi saya rasa tida bijaksana jika tindak mendengar dari berbagai pihak," kata Firman, saat ditemui di PN Tipikor Jakarta Pusat usai putusan Sidang Setnov, Selasa (24/4/2018).

Sementara itu, sebagai Penasehat Hukum, Firman menyatakan bahwa pihaknya masih akan berupaya mempelajari fakta-fakta dengan pertimbangan yang dinilai kontroversial.
Kontroversial yang dimaksud mengenai pembuktian majelis hakim mengenai adanya memperkaya sejumlah koorporasi, di antaranya Perum Percetakan Republik Indonesia sebesar Rp 107 miliar. Kemudian, PT Sandipala Artahputra sebesar Rp 145 miliar.
Selain itu, PT Mega Lestari Unggul sebesar Rp 148 miliar. PT Len Industri sebesar Rp 5,4 miliar. Kemudian, PT Sucofindo sebesar Rp 8,2 miliar dan PT Quadra Solution sebesar Rp 79 miliar.
"Misalnya gini tidak tercapainya terget, perusahan Sucofindo itu kan diluar kompetensi pak Nov, tapi rasanya kurang fair jika semuanya dibebankan ke Pak Nov, saya rasa itu pertimbangan awal yang akan kami cermati," katanya.
Selain itu pertimbangan hakim dalam vonis sama seperti dakwaan yang dibacakan jaksa KPK. Namun, menurutnya, ada pertimbangan hakim yang tidak tepat, yaitu menghitung kerugian negara.
"Cukup banyak hal menjadi alasan kalau kami jadi banding. Yang kami gunakan banyak hal dalam pertimbangan ini tidak tepat, salah satu contoh, sama sekali tidak disinggung oleh putusan tadi bagaimana tadi cara menghitung kerugian negara," katanya.