Surat Pengajuan Pembelian Senjata oleh BIN Ditembuskan ke Anak Buah Panglima TNI

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah melakukan kekeliruan.

TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memberikan keterangan kepada para awak media, mengenai pelecehan yang dilakukan perwira pertama militer Australia kepada Indonesia, di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2016). 

WARTA KOTA, GAMBIR - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah melakukan kekeliruan.

Ia menyebut tidak betul ada pembelian senjata oleh kelompok non militer sebanyak 5.000 pucuk yang diindikasikan ilegal, seperti yang diucapkan Panglima TNI.

Menhan kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017) mengatakan, yang dimaksud oleh Panglima TNI adalah pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN), yang semuanya sudah sesuai prosedur, bahkan sudah diizinkan oleh Kementerian Pertahanan.

Baca: Ini Rekaman Pernyataan Panglima TNI Soal Institusi yang Ingin Impor Lima Ribu Senjata Ilegal

"Bukan lima ribu (pucuk), lima ratus kok. Ini kan dari BIN, (tepatnya) 512 pucuk," ujarnya.

Senjata yang dibeli, lanjutnya, untuk keperluan sekolah intelijen BIN, dari PT Pindad.

Senjata itu berjenis SS2, dengan 72.750 butir peluru.

Menhan bahkan menunjukkan dokumen pembelian yang ditandatangani Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksamana.

Ia mengakui awalnya pengajuan pembelian senjata dari BIN itu sempat ditolak, karena spesifikasi yang tidak disetujui oleh Kemenhan.

Ryamizard Ryacudu yang merupakan Purnawirawan Jenderal TNI AD itu mengatakan, pengajuan tersebut akhirnya disetujui setelah spesifikasi senjata yang diajukan untuk dibeli, diubah.

Baca: Buntut Pernyataan Soal Pengadaan Senjata, Komisi I Bakal Panggil Panglima TNI‎ dan Kepala BIN

"Kita larang awalnya, tapi kemudian minta standar. Jadi senjata itu tidak terlalu mematikan, itu jelas pengajuannya," terangnya.

Ryamizard Ryacudu menegaskan, di Indonesia, pembelian senjata tidak boleh dilakukan sembarangan.

Semua lembaga yang berniat membeli senjata, harus atas persetujuan Kementerian Pertahanan. Akan ada sanksi pidana bagi siapa pun yang tidak mematuhi prosedur pembelian senajta.

"Pembelian senjata atau menjual senjata, atau apa pun alat pertahanan keamanan, itu harus disetujui Menhan. Tentara, polisi, Bakamla, bagian lapas atau Kumham, Bea Cukai, Kehutanan, itu harus minta kepada Menhan," tuturnya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved