Krisis Rohingya
Jangan Sekali-kali Sebut Kata Rohingya di Myanmar
Meski demikian, kehidupan beragama di Myanmar cukup harmonis, tidak terpengaruh isu-isu agama di balik tragedi kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine.
WARTA KOTA, PALMERAH - Tragedi kemanusiaan kembali terjadi di Rakhine State, Myanmar pada 25 Agustus 2017. Sekira 400 ribu orang harus melarikan diri ke Bangladesh, sementara ratusan lainnya tetap bertahan.
Tragedi kemanusiaan tersebut sangat santer diberitakan di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, lantaran banyak korban berasal dari kelompok masyarakat beragama Islam.
Lalu, bagaimana warga Myanmar melihat tragedi kemanusiaan di negara mereka itu? Dari beberapa orang yang ditemui Tribunnews di Kota Yangon, tidak banyak orang yang ingin mengungkapkan pendapatnya, bahkan cenderung menghindar.
Tribunnews tidak sempat bertanya siapa nama warga tersebut, karena keterbatasan bahasa. Mereka yang ditemui sulit berbahasa Inggris, dan sulit melafalkan nama mereka secara tepat.
Tiga di antara lima orang yang ditemui di kawasan Swhedagon Pagoda itu, langsung memalingkan mukanya sambil melambaikan tangan pertanda enggan berkomentar.
Dua lainnya yang ditemui di lokasi yang sama, sempat berkomentar bahwa mereka sama sekali tidak ingin ikut campur mengenai hal itu.
Baca: Fahri Hamzah: Kalau Presidential Threshold 20 Persen, Jokowi Tidak Ada Lawan
"Itu bukan urusan saya," kata pria yang mengenakan sarung atau Longyi itu.
Bahkan, pria lainnya menilai apa yang terjadi di Negara Bagian Rakhine itu murni penindakan yang dilakukan pemerintah, untuk ketertiban dan keamanan nasional negara Myanmar.
Diketahui, 30 pos kepolisian dan pangkalan militer di Myanmar yang diserang pada 25 Agustus waktu itu, dilakukan oleh kelompok yang menamai dirinya ARSA.
Baca: Fahri Hamzah: Siapa pun yang Berminat Jadi Capres, Ayo Mulai Ngomong, Jangan Diam
ARSA atau Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) adalah kelompok dari muslim Rohingya yang ingin memperjuangkan hak-hak mereka.
Satu lagi, di Myanmar sangat anti penyebutan kata Rohingya. Sejak awal berada di Myanmar, mereka sama sekali tidak ingin menyebut kata itu.
Bahkan, wanti-wanti dari pihak KBRI pun telah disampaikan kepada awak media yang berangkat ke sana, agar tidak menyebut kata Rohingnya ketika melakukan peliputan di sana.
Baca: Kapolda Metro Jaya: Urusan Saya Kirim Bandar Narkoba ke Tuhan
