Buka Markobar, Malah Ada Tamparan Keras dari Haters Buat Gibran, Putera Jokowi
Surat terbuka itu seperti mewakili jeritan hati rakyat kecil.
WARTA KOTA, PALMERAH -- Surat terbuka yang ditulis Ryo Kusumo di Kompasiana langsung menjadi tren di media sosial.
Rupanya, ada yang merasa tertekan dengan kiprah putera Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming membuka usaha franchise martabak bernama Markobar di sejumlah lokasi.
Surat terbuka itu seperti mewakili jeritan hati rakyat kecil, yang terhimpit oleh persaingan usaha yang dinilai tidak adil.
Bagaimana surat terbuka itu ditulis, yang disampaikan secara lugas, sehingga mengundang perhatian banyak kalangan.
Dear Gibran.
Surat saya ini sekaligus mewakili hati dan perasaan para haters di dunia maya kepada anda, Gibran Rakabuming Raka atas sikap Anda sebagai anak penguasa negeri Indonesia Raya tercinta, anak seorang pemimpin bangsa yang teramat besar dan kaya ini.
Mumpung 2016 masih berjalan dua hari, semoga surat ini mengingatkan anda.
Surat ini adalah surat yang mewakili kekecewaan para pengusaha katering, para pengusaha martabak, para pengusaha kafe yang merasa tersaingi oleh anda.
Anda kan anak Presiden, seharusnya anda lebih cocok ada di deretan pemegang saham BUMN, deretan pemegang saham Indofood, Astra, berkolaborasi dengan pengusaha Singapura, atau tentunya duduk bersama dengan para Emir Kerajaan Arab untuk membahas proyek Petrochemical di Indonesia, dengan saham terbesar adalah trah keluarga Anda.
Anda seharusnya ada di Dubai atau London, membahas bagaimana caranya agar Indonesia bisa membeli minyak dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga selangit kepada rakyat.
Anda dan istri seharusnya sedang duduk hepi-hepi dengan Mister Riza Chalid disana, ketawa-ketiwi, nge-wine, yang ujung-ujungnya membuat perusahaan tandingan Petral.
Ngapain coba anda mikirin kombinasi rasa untuk martabak, Marshmallow? Nutella? atau Chocochips?
Ah, enggak level, kami kecewa!.
Saya kecewa karena anda ternyata tidak tertarik politik, ini kesalahan terbesar anda sebagai anak Presiden.
Bayangkan, untuk menjadi politikus, seorang harus susah payah bayar sana bayar sini, lobi sana, lobi sini sampai bunuh diri.